Guru Ngaji YGNI. Kisah dan Perjuangan Khadijah binti Khuwailid ra
|
Kisah Khadijah-Gurungaji YGNI |
Khadijah binti Khuwaild adalah sebaik-baik
wanita ahli surga. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sebaik-baik wanita ahli
surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.” Khadijah adalah
wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk
memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi
wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai
kesusahan pada fase awal jihad pcnyebaran agarna Allah kepada seluruh umat
manusia.
Khadijah adalah wanita yang hidup dan besar di
lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari keluarga terhormat pada lima belas tahun
sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak pemuda Quraisv yang ingin
mempersuntingnya. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah pernah dua kali
menikah. Suami pertama Khadijah adalah Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan
meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan
berkembang. Pernikahan kedua Khadijah adalah dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum,
yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan perniagaan. Dengan demikian,
Khadijah menjadi orang terkaya di kalangan suku Quraisy.
Begitulah Rasulullah saw berkata tentang kepribadian Khadijjah,
istrinya. Seorang isteri sejati, muslimah yang dengan segenap kemampuan dirinya
berkorban demi kejayaan Islam.Siti Khadijah berasal dari keturunan yang terhormat, mempunyai
harta kekayaan yang tidak sedikit serta terkenal sebagai wanita yang tegas dan
cerdas. Bukan sekali dua kali pemuka kaum Quraisy cuba untuk mempersunting
dirinya. Tetapi pilihannya justru jatuh pada seorang pemuda yang bernama
Muhammad, pemuda yang begitu mengenal harga dirinya, yang tidak tergiur oleh
kekayaan dan kecantikan.
Saidatina Khadijah RA merupakan wanita pertama beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya. Beliau banyak membantu dan memperteguhkan tekad Rasulullah SAW
melaksanakan risalah dakwah. Beliau sentiasa berusaha meringankan kepedihan
hati dan menghilangkan keletihan serta penderitaan yang dialami oleh suaminya
dalam menjalankan tugas dakwah. Inilah keistimewaan dan keutamaan Khadijah dalam
sejarah perjuangan Islam. Beliau adalah sumber kekuatan yang berada di belakang
Rasulullah SAW.
|
Muslimah-Guru Ngaji YGNI |
KESETIAAN YANG BERSEJARAH
Mari kita singkap kembali peristiwa yang sungguh mendebarkan
jantung Rasulullah SAW. Peristiwa itu ialah penerimaan wahyu yang pertama di
Gua Hira. Sekembalinya ke rumah, baginda berkata kepada isterinya yang
tercinta, Aku berasa khuatir terhadap diriku.
Khadijah berusaha menabahkan hati suami yang ditaatinya dengan berkata, Wahai
kekanda, demi Allah, Tuhan tidak akan mengecewakanmu kerana sesungguhnya
kekanda adalah orang yang selalu memupuk dan menjaga kekeluargaan serta sanggup
memikul tanggungjawab. Dirimu dikenali sebagai penolong kaum yang sengsara,
sebagai tuan rumah yang menyenangkan tamu, ringan tangan dalam memberi pertolongan,
sentiasa berbicara benar dan setia kepada amanah.
Apakah ada wanita lain yang dapat menyambut sedemikian baik
peristiwa bersejarah yang berlaku di Gua Hira seperti yang dilakukan oleh
Khadijah kepada suaminya? Apa yang dikatakan oleh Khadijah kepada suaminya pada
saat menghadapi peristiwa besar itu menunjukkan betapa besarnya kepercayaan dan
kasih sayang seorang isteri kepada suami yang dilandasi iman yang teguh.
Sedikit pun Khadijah tidak berasa ragu-ragu atau syak di dalam hatinya.
Persoalannya, dapatkah kita berlaku demikian?
Khadijah merupakan wanita kaya dan terkenal. Beliau boleh hidup
mewah dengan hartanya sendiri. Namun semua itu dengan rela dikorbankannya untuk
memudahkan tugas-tugas suaminya. Hal ini jelas menunjukkan beliau merupakan
wanita yang mendorong kemajuan pahlawan umat manusia, melindungi pejuang
terbesar dalam sejarah dengan mewujudkan kedamaian dalam kehidupan suaminya.
Sikap inilah yang menjadi sumber kekuatan kepada Rasulullah SAW sepanjang
kehidupan mereka bersama. Oleh itu, kita perlu berdoa semoga Allah memberi kita
kekuatan untuk membantu menguatkan semangat jihad golongan lelaki yang
seangkatan dengan kita.
A. Wanita Suci
Sayyidah Khadijah dikenal dengan julukan wanita
suci sejak perkawinannya dengan Abu Halah dan Atiq bin Aidz karena keutamaan
ãkhlak dan sifat terpujinya. Karena itu, tidak heran jika kalangan Quraisy
memberikan penghargaan dan berupa penghormatan yang tinggi kepadanya.
Kekayaan yang berlimpahlah yang menjadikan
Khadijah tetap berdagang. Akan tetapi, Khadijah merasa tidak mungkin jika
sernua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun
langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada
musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Kondisi itulah yang menyebabkan
Khadijah mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas
harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bagian
keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit,
bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemer1angan pikiran yang didukung oleh
pengetahuan dasar tentang bisnis dan bekerja sama, Khadijah mampu menyeleksi
orang-orang yang dapat diajak berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khadilah
menuju kesuksesan yang gemilang.
B. Pertemuannya Dengan Nabi Muhammad
Suatu ketika, beliau mencari orang yang dapat menjual
dagangannya, maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi’tsah
(diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia,
maka beliau meminta kepada Muhammad untuk menjualkan dagangannya bersama
seorang pembantunya yang bernama Maisarah.
Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari
apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujuinya dan
berangkatlah beliau bersama Maisarah dan Allah menjadikan perdagangannya
tersebut menghasilkan laba yang banyak.
Pada suatu hari iaitu dikatakan sebelum Nabi Muhammad mengambil
upah mengetuai rombongan dagangan ke Syam itu, Siti Khadijah dikatakan telah
didatangi satu mimpi yang agak aneh dan ini menyebabkan beliau segera menemui
sepupunya, pendita atau rahib agama Hanif, Waraqah bin Naufal atau nama
penuhnya Waraqah bin Nawfal bin Assad bin Abd al-Uzza bin Qusayy Al-Qurashi.
"Malam tadi aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku melihat matahari
berputar-putar di atas Kota Mekah, lalu turun ke arah bumi.
"Ternyata matahari itu turun dan memasuki rumahku. Cahayanya yang sangat
agung itu membuatkanku terpegun.
"Lalu aku terbangun daripada tidurku itu" kata Siti Khadijah.
Mendengarkan itu, lalu Waraqah berkata; "Aku sampaikan berita gembira
kepadamu, bahawa seorang lelaki agung dan mulia akan datang untuk menjadi teman
hidupmu.
"Dia memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin
meningkat," kata Waraqah.
Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari
Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar
dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh
yang berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda
ini tidak sebagamana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan-perasaan yang lain.
Akan tetapi dia merasa pesimis; mungkinkah pemuda tersebut mau
menikahinya, mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun? Apa nanti kata orang
karena ia telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamarnya?
Maka disaat dia bingung dan gelisah karena problem yang
menggelayuti pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama
Nafisah binti Munabbih, selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga
kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembuyikan oleh Khodijah
tentang problem yang dihadapi dalam kehidupannya. Nafisah membesarkan hati
Khadijah dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah
seorang wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki
harta dan berparas cantik.Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang
melamarnya.
Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia
langsung menemui Muhammad al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan
kelihaian dan kecerdikannya:
Nafisah : Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai
Muhammad?
Muhammad : Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah .
Nafisah : (Dengan tersenyum berkata) Jika aku pilihkan untukmu
seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau
menerimanya?
Muhammad : Siapa dia ?
Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) Dia adalah Khadijah binti
Khuwailid
Muhammad : Jika dia setuju maka akupun setuju.
Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira
tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau
tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah
Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin
Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan
mahar.
Setelah usai akad nikah, disembelihlah beberapa ekor hewan
kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir. Khadijah membuka pintu bagi
keluarga dan handai taulan dan diantara mereka terdapat Halimah as-Sa’diyah
yang datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya. Setelah itu dia
kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah perkawinan
yang mulia dari Khadijah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang
sekarang menjadi suami tercinta.
Maka jadilah Sayyidah Quraisy sebagai istri dari Muhammad
al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik
dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada
kepentingan sendiri. Manakala Muhammad mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka
dihadiahkanlah oleh Khadijah kepada Muhammad. Demikian juga tatkala Muhammad
ingin mengembil salah seorang dari putra pamannya, Abu Tholib, maka Khadijah
menyediakan suatu ruangan bagi Ali bin Abi Tholib radhiallâhu ‘anhu agar dia
dapat mencontoh akhlak suaminya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam .
Allah memberikan karunia pada rumah tangga tersebut berupa
kebehagaian dan nikmat yang berlimpah, dan mengkaruniakan pada keduanya
putra-putri yang bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqqayah, Ummi Kalsum dan
Fatimah.
Pemuda yang Jujur
Khadijah memiliki seorang pegawai yang dapat
dipercaya dan dikenal dengan nama Maisarah. Dia dikenal sebagai pemuda yang
ikhlas dan berani, sehingga Khadijah pun berani melimpahkan tanggung jawab
untuk pengangkatan pegawai baru yang akan mengiring dan menyiapkan kafilah,
menentukan harga, dan memilih barang dagangan. Sebenarnya itu adalah pekerjaan
berat, namun penugasan kepada Maisarah tidaklah sia-sia.
C. Pemuda Pemegang Amanah
Kaum Quraisy tidak mengenal pemuda mana pun yang
wara, takwa, dan jujur selain Muhammad bin Abdullah, yang sejak usia lima belas
tahun telah diajak oleh Maisarah untuk menyertainya berdagang.
Seperti biasanya, Maisarah menyertai Muhammad ke
Syam untuk membawa dagangan Khadijah, karena memang keduanya telah sepakat
untuk bekerja sama. Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang
sangat banyak sehingga Maisarah kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda.
Maisarah mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad
yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian aneh
selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia
melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang
seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang
rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki
yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebgaimana telah
tertulis di dalam Taurat dan Injil.
Cerita-cerita tentang Muhammad itu meresap ke
dalam jiwa Khadijah, dan pada dasarnya Khadijah pun telah merasakan adanya
kejujuran, amanah, dan cahaya yang senantiasa menerangi wajah Muhammad.
Perasaan Khadijah itu menimbulkan kecenderungan terhadap Muhammad di dalam hati
dan pikirannya, sehingga dia menemui anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang
dikenal dengan pengetahuannya tentang orang- orang terdahulu. Waraqah
mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang dinanti-nantikan manusia dan akan
mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu
menjadikan niat dan kecenderungan Khadijah terhadap Muhammad semakin bertambah,
sehingga dia ingin menikah dengan Muhammad. Setelah itu dia mengutus Nafisah,
saudara perempuan Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad,
sehingga akhirnya Muhammad diminta menikahi dirinya.
Ketika itu Khadijah berusia empat puluh tahun,
namun dia adalah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya,
sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui
permohonan Khadijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad
pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang
Khadijah.
D. Istri Pertama Rasulullah
Allah menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu
dengan Khadijah. Ketika itu, usia Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun,
sementara Khadijah empat puluh tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh
dan harta kekayaan mereka pun tidak sepadan, pernikahan mereka bukanlah
pernikahan yang aneh, karena Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan
keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.
Khadijah adalah istri Nabi yang pertama dan
menjadi istri satu-satunya sebelum dia rneninggal. Allah menganugerahi Nabi
Shallallahu alaihi wassalam. melalui rahirn Khadijah beberapa orang anak ketika
dibutuhkan persatuan dan banyaknya keturunan. Dia telah mernberikan cinta dan
kasih sayang kepada Rasuluflah Shallallahu alaihi wassalam. pada saat-saat yang
sulit dan tindak kekerasan dan kekejaman datang dari kerabat dekat. Bersama
Khadijah, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mernperoleh per1akuan yang
baik serta rumah tangga yang tenteram damai, dan penuh cinta kasih, setelah
sekian lama beliau merasakan pahitnya menjadi anak yatirn piatu dan miskin.
E. Putra-putri Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
Khadijah melahirkan dua orang anak laki-laki,
yaitu Qasim dan Abdullah serta empat orang anak perempuan, yaitu Zainab,
Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum
masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki
ath-Thayyib (yang balk) dan ath-Thahir (yang suci).
Zainab banyak rnenyerupai ibunya. Setelah besar,
Zainab dinikahkan dengan anak bibinya, Abul Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab
ini merupakan peristiwa pertama Rasulullah rnenikahkan putrinya, dan yang
terakhir beliau menikahkan Ummu Kultsum dan Ruqayah dengan dua putra Abu Lahab,
yaitu Atabah dan Utaibah. Ketika Nabi Shallallahu alaihi wassalam. diutus
menjadi Rasul, Fathimah az-Zahra, putri bungsu beliau rnasih kecil.
Selain mereka ada juga Zaid bin Haritsah yang
sering disebut putra Muhammad. Semula, Zaid dibeli oleh Khadijah dari pasar
Mekah yang kemudian dijadikan budaknya. Ketika Khadijah menikah dengan
Muhammad, Khadijah memberikan Zaid kepada Muhammad sebagai hadiah. Rasulullah
sangat mencintai Zaid karena dia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun
sangat mencintai Rasulullah. Akan tetapi di tempat lain, ayah kandung Zaid
selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat kabar bahwa Zaid berada di
tempat Muhammad dan Khadijah. Dia mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam untuk memohon agar beliau mengembalikan Zaid kepadanya walaupun dia
harus membayar mahal. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memberikan
kebebasan penuh kepada Zaid untuk memilih antara tetáp tinggal bersamanya dan
ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama Rasulullah, schingga dan
sinilah kita dapat mengetahuisifat mulia Zaid.
Agar pada kemudian hari nanti tidak menjadi
masalah yang akan memberatkan ayahnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
dan Zaid bin Haritsah menuju halaman Ka’bah untuk mengummkan kebebasan Zaid dan
pengangkatan Zaid sebagai anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan
merasa tenang. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan
Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan anak itu gugur setelah turun
ayat yang membatalkannya, karena hal itu merupakan adat jahiliah, sebagaimana
firman Allah berikut ini:
” … jika kamu mengetahui bapak-bapak mereka, maka
(panggillah merela sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu … ”
(QS. At-Taubah:5)
F. Pada Masa Kenabian Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.
Muhammad bin Abdullah hidup berumah tangga dengan
Khadijah binti Khuwailid dengan tenterarn di bawah naungan akhlak mulia dan
jiwa suci sang suami. Ketika itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan
pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi
kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada masa prakenabian. Beliau menyendiri
di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran
Nabi Ibrahim a.s.
Khadijah sangat ik.hlas dengan segala sesuatu yang
dilakukan suaminya dan tidak khawatir selama ditinggal suaminya. Bahkan dia
menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua,
karena dia yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya merupakan masalah
penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh
tahun.
Suatu ketika, seperti biasanya beliau menyendiri
di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–. Beliau sangat gemetar ketika mendengar
suara gaib Malaikat Jibril memanggil beliau. Malaikat Jibril menyuruh beliau
membaca, namun beliau hanya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya,
Malaikat Jibril mendekati dan mendekap beliau ke dadanya, seraya berkata,
“Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Muhammad sangat bingung dan ketakutan,
seraya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril
mempererat dekapannya, dan berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha
Mulia. Dia mengajari manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan segala
sesuatu yang belum mereka ketahui.” Rasulullah Muhammad mengikuti bacaan
tersebut. Keringat deras mengucur dari seluruh tubuhnya sehingga beliau
kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju rumah. Khadijah melihat beliau dalam
keadaan terguncang seperti itu, kemudian memapahnya ke rumah, serta berusaha
menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi dadanya. “Berilah aku
selimut, Khadijah!” Beberapa kali beliau meminta istrinya menyelimuti tubuhnya.
Khadijah memberikan ketenteraman kepada Rasulullah dengan segala kelembutan dan
kasih sayang sehingga beliau merasa tenteram dan aman. Beliau ridak langsung
menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada Khadijah karena khawatir
Khadijah menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan beliau belaka.
Adapun Khadijah adalah seorang yang pertama kali beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya dan yang pertama kali masuk Islam.
Beliau adalah seorang istri Nabi yang mencintai suaminya dan
juga beriman, berdiri mendampingi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang
dicintainya untuk menolong, menguatkan dan membantunya serta menolong beliau
dalam menghadapi kerasnya gangguan dan ancaman sehingga dengan hal itulah Allah
meringankan beban Nabi-Nya.Tidaklah beliau mendapatkan sesuatu yang tidak
disukai, baik penolakan maupun pendustaan yang menyedihkan beliau Shallallahu
‘alaihi wasallam kecuali Allah melapangkannya melalui istrinya bila beliau
kembali ke rumahnya. Beliau (Khadijah) meneguhkan pendiriannya, menghiburnya,
membenarkannya dan mengingatkan tidak berartinya celaan manusia pada beliau
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ayat-ayat Al-Qur’an juga mengikuti
(meneguhkan Rasulullah), Firman-Nya:
“Hai orang-orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu
berilah peringatan! Dan Rabb-Mu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan
perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud)
memperoleh (belasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-Mu,
bersabarlah!”(Al-Muddatstsir:1-7).
Sehingga sejak saat itu Rasulullah yang mulia memulai lembaran
hidup baru yang penuh barakah dan bersusah payah. Beliau katakan kepada sang
istri yang beriman bahwa masa untuk tidur dan bersenang-senang sudah habis.
Khadijah radhiallâhu ‘anha turut mendakwahkan Islam disamping suaminya -semoga
shalawat dan salam terlimpahkan kepada beliau. Diantara buah yang pertama
adalah Islamnya Zaid bin Haritsah dan juga keempat putrinya semoga Allah
meridhai mereka seluruhnya.
Mulailah ujian yang keras menimpa kaum muslimin dengan berbagai
macam bentuknya,akan tetapi Khadijah berdiri kokoh bak sebuah gunung yang tegar
kokoh dan kuat. Beliau wujudkan Firman Allah Ta’ala:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: ‘Kami telah beriman’ , sedangkan mereka tidak diuji lagi?” .
(Al-’Ankabut:1-2).
Allah memilih kedua putranya yang pertama Abdullah dan al-Qasim
untuk menghadap Allah tatkala keduanya masih kanak-kanak, sedangkan Khadijah
tetap bersabar. Beliau juga melihat dengan mata kepalanya bagaimana syahidah
pertama dalam Islam yang bernama Sumayyah tatkala menghadapi sakaratul maut
karena siksaan para thaghut hingga jiwanya menghadap sang pencipta dengan penuh
kemuliaan.
Beliau juga harus berpisah dengan putri dan buah hatinya yang
bernama Ruqayyah istri dari Utsman bin Affan radhiallâhu ‘anhu karena putrinya
hijrah ke negeri Habsyah untuk menyelamatkan diennya dari gangguan orang-orang
musyrik. Beliau saksikan dari waktu ke waktu yang penuh dengan kejadian besar
dan permusuhan. Akan tetapi tidak ada kata putus asa bagi seorang Mujahidah. Beliau
laksanakan setiap saat apa yang difirmankan Allah Ta’ala :
“Kamu sungguh-sungguh akan duji terhadap hartamu dan dirimu. Dan
(juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberikan
kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, ganguan
yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka
sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang di utamakan “. (Ali
Imran:186).
Sebelumnya, beliau juga telah menyaksikan
seluruh kejadian yang menimpa suaminya al-Amin ash-Shiddiq yang mana beliau
berdakwah di jalan Allah, namun beliau menghadapi segala musibah dengan
kesabaran. Semakin bertambah berat ujian semakin bertambahlah kesabaran dan
kekuatannya. Beliau campakkan seluruh bujukan kesanangan dunia yang menipu yang
hendak ditawarkan dengan aqidahnya.
Dan pada saat-saat itu beliau bersumpah dengan
sumpah yang menunjukkan keteguhan dalam memantapkan kebenaran yang belum pernah
dikenal orang sebelumnya dan tidak bergeming dari prinsipnya walau selangkah
semut. Beliau bersabda: “Demi Allah wahai paman! seandainya mereka mampu
meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku
meninggalkan urusan dakwah ini, maka sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya
hingga Allah memenangkannya atau aku yang binasa karenannya”.
Begitulah Sayyidah mujahidah tersebut telah mengambil suaminya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai contoh yang paling agung dan
tanda yang paling nyata tentang keteguhan diatas iman. Oleh karena itu, kita
mendapatkan tatkala orang-orang Quraisy mengumumkan pemboikotan mereka terhadap
kaum muslimin untuk menekan dalam bidang politik, ekonomi dan kemasyarakatan
dan mereka tulis naskah pemboikotan tersebut kemudian mereka tempel pada
dinding ka’bah; Khadijah tidak ragu untuk bergabung dengan kaum muslimin
bersama kaum Abu Thalib dan beliau tinggalkan kampung halamannya untuk menempa
kesabaran selama tiga tahun bersama Rasul dan orang-orang yang menyertai beliau
menghadapi beratnya pemboikotan yang penuh dengan kesusahan dan menghadapi
kesewenang-wenangan para penyembah berhala. Hingga berakhirlah pemboikotan yang
telah beliau hadapi dengan iman, tulus dan tekad baja tak kenal lelah. Sungguh
Sayyidah Khadijah telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian
tersebut di usia 65 tahun.
Selang enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan itu wafatlah
Abu Thalib, kemudian menyusul seorang mujahidah yang sabar -semoga Allah
meridhai beliau- tiga tahun sebelum hijrah.
Di dalam melalui saat-saat sakarat ditemani
suami tercinta, Rasulullah SAW. Dalam keadaan kesakitan yang amat itu, dia
mengungkapkan kata-kata yang menyebabkan Jibril juga teruja.
Katanya, ”Wahai rasul utusan Allah, tiada lagi harta dan
hal lainnya yang bersamaku untuk aku sumbangkan demi dakwah. Andai selepas
kematianku, tulang-tulangku mampu ditukar dengan dinar dan dirham, maka
gunakanlah tulang-tulangku demi kepentingan dakwah yang panjang ini”.
Rasulullah SAW berasa sayu mendengar semua itu. Jibril naik
bertemu Allah. Jibril bertanyakan Allah, adakah Allah mendengar kata-kata
Saidatina Khadijah itu? Allah menjawab pertanyaan Jibril – bukan hanya
kata-katanya sahaja yang Allah dengari malah bisikannya juga. Allah meminta
Jibril menyampaikan salam buat Saidatina Khadijah.
Jibril turun dan memberitahu Rasulullah SAW akan hal itu. Rasulullah SAW
menyampaikan salam tersebut kepada isteri tercinta. Ustaz turut menceritakan
bahawa dalam sesetengah riwayat tangan Saidatina Khadijah seakan bersilang saat
menyambut salam itu dan Saidatina Khadijah melafazkan bacaan yang begitu masyhur
yang sering kita lafazkan selepas solat:
Allaahum ma antas salaam - waminkas salaam
Wa ilaika ya 'uudus salaam
Fahayyina rabbanaa bis salaam
Wa adkhilnal jan nataka daaras salaam
Tabaa rakta rabbanaa wa ta 'aalaita yaa dzal jalaali wal ikraam.
Ya Allah, Engkaulah kesejahteraan, dariMulah asal kesejahteraan dan kepadaMu
pula kembali kesejahteraan, maka hidupkanlah aku dengan kesejahteraan dan
masukkanlah aku kedalam surga kampung kesejahteraan. Maha Mulia Engkau
Ya Allah yang memiliki kemegahan dan kemuliaan.
Dan pergilah Saidatina Khadijah menghadap Allah SWT, kekasih yang dirindui.
Terlalu hebat wanita ini. Dialah insan pertama yang mengimani Rasulullah SAW.
Tidak cukup dengan harta, tulang-tulangnya juga ingin digunakan untuk membantu
perjuangan Rasulullah.
Begitulah Nafsul Muthmainnah telah pergi menghadap Rabbnya setelah sampai pada
waktu yang telah ditetapkan, setelah beliau berhasil menjadi teladan terbaik
dan paling tulus dalam berdakwah di jalan Allah dan berjihad dijalan-Nya.
Dalam hubungannya, beliau menjadi seorang istri yang bijaksana,
maka beliau mampu meletakkan urusan sesuai dengan tempatnya dan mencurahkan
segala kemamapuan untuk mendatangkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Karena
itulah beliau berhak mendapat salam dari Rabb-nya dan mendapat kabar gembira
dengan rumah di surga yang terbuat dari emas, tidak ada kesusahan didalamnya dan tidak ada pula keributan didalamnya.
Karena itu pula Rasulullah bersabda:
“Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran, sebaik-baik wanita adalah
Khadijah binti Khuwailid”.
Ya Allah
ridhailah Khadijah binti Khuwailid, As-Sayyidah
Ath-Thahirah.
Seorang istri yang setia dan tulus, mukminah
mujahidah di jalan diennya dengan seluruh apa yang dimilikinya dari
perbendaharaan dunia.
Semoga Allah memberikan balasan yang paling
baik karena jasa-jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin.
Dengan wafatnya Khadijah maka meningkatlah
musibah yang Rasul hadapi. Karena bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
Khadijah adalah teman yang tulus dalam memperjuangkan Islam.
D. Pribadi yang Agung
Setelah rasa takut beliau hilang, Khadilah
berupaya agar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mengutarakan apa yang
telah dialaminya, dan akhirnya beliau pun menceritakan peristiwa yang baru
dialaminya. Khadijah mendengarkan cerita suaminya dengan penuh minat dan
mempercayai semuanya, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. merasa
bahwa istrinya pun menduga akan terjadinya hal-hal seperti itu.
Sejak semula Khadijah telah yakin bahwa suaminya
akan menerima amanat Allah Yang Maha Besar untuk seluruh alam semesta. Kejadian
tersebut merupakan awal kenabian dan tugas Muhammad menyampaikan amanat Allah
kepada manusia. Hal itu pun merupakan babak baru dalam kehidupan Khadijah yang
dengannya dia harus mempercayai dan meyakini ajaran Rasulullah Muhammad,
sehingga Rasulullah mengatakan, “Aku rnengharapkannya menjadi benteng yang kuat
bagi diriku.”
Di sinilah tampak kebesaran pribadi serta
kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khadijah. Khadijah telah mencapai
derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah dicapai oleh wanita mana
pun. Dia telah berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, “Demi
Allah, Allah tidak akan menyia nyiakanrnu Engkau selalu menghubungkan
silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa,
menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah orang lain.”
Setelah Rasulullah merasa tenteram dan dapat tidur
dengan tenang, Khadijah mendatangi anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang
tidak terpengaruhi tradisi jahiliah. Khadijah menceritakan kejadian yang
dialami suaminya. Mendengar cerita mengenai Rasulullah, Waraqah berseru, “Maha
Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah dalam genggaman-Nya, kalau kau
percaya pada ucapanku, maka apa yang diihat Muhammad di Gua Hira itu merupakan
suratan yang turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi
akhir zaman, dan namanya tertulis dalam Taurat dan Injil.” Mendengar kabar itu,
Khadijah segera menemui suaminya (Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam) dan
menyampaikan apa yang dikatakan oleh Waraqah.
H. Awal Masa Jihad di Jalan Allah
Khadijah meyakini seruan suaminya dan menganut
agarna yang dibawanya sebelum diumumkan kepada rnasyarakat. Itulah langkah awal
Khadijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Allah dan turut menanggung
pahit getirnya gangguan dalam menyebarkan agama Allah.
Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi
Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Allah:
“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah,
lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan
perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlab kamu memberi
(dengan maksud) memperoleb (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7)
Ayat di atas merupakan perintah bagi Rasulullah
untuk mulai berdakwah kepada kalangan kerabat dekat dan ahlulbait beliau.
Khadijah adalah orang pertama yang menyatap kan beriman pada risalah Rasulullah
Muhammad dan menyatakan kesediaannya menjadi pembela setia Nabi. Kemudian
menyusul Ali bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah yang sejak kecil diasuh
dalam rumah tangga beliau. Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk
Islam dari kalangan anak-anak, kemudian Zaid bin Haritsah, hamba sahaya
Rasulullah yang ketika itu dijuluki Zaid bin Muhammad. Dari kalangan laki-laki
dewasa, mulailah Abu Bakar masuk Islam, diikuti Utsman bin Affan, Abdurrahman
bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, az-Zubair ibnu Awam, Thalhah bin Ubaidilah, dan
sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi
sehingga harus melaksanakan shalat di pinggiran kota Mekah.
I. Masa Berdakwah Terang-terangan
Setelah berdakwah secara sembunyi- sembunyi,
turunlah perintah Allah kepada Rasulullah untuk memulai dakwah secara
terang-terangan. Karena itu, datanglah beliau ke tengah-tengah umat seraya
berseru lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar… Tiada Tuhan selain Allah, tiada
sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak dilahirkan.” Seruan beliau
sangat aneh terdengar di telinga orang-orang Quraisy. Rasulullah Muhammad
memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan yang satu, bukan Laata, Uzza,
Hubal, Manat, serta tuhan-tuhan lain yang mernenuhi pelataran Ka’bah. Tentu
saja mereka menolak, mencaci maki, bahkan tidak segan-segan menyiksa
Rasulullah. Setiap jalan yang beliau lalui ditaburi kotoran hewan dan duri.
Khadijah tampil mendampingi Rasulullah dengan
penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya senantiasa membiaskan
keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur. Setiap kegundahan yang
Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy selalu didengarkan oleh
Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian dia memotivasi dan rnenguatkan
hati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. Bersama Rasulullah, Khadijah turut
menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang dia harus
mengendapkan perasaan agar tidak terekspresikan pada muka dan mengganggu
perasaan suaminya. Yang keluar adalab tutur kata yang lemah lembut sebagai
penyejuk dan penawar hati.
Orang yang paling keras menyakiti Rasulullah
adalah paman beliau sendiri, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal
dengan sebutan Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah
anak-anaknya untuk memutuskan pertunangan dengan kedua putri Rasulullah,
Ruqayah dan Ummu Kultsum. Walaupun begitu, Allah telah menyediakan pengganti
yang lebih mulia, yaitu Utsman bin Affan bagi Ruqayah. Allah mengutuk Abu Lahab
lewat firman-Nya :
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya
dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia
usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dan sabut. “ (QS.
Al-Lahab:1-5)
Khadijah adalah tempat berlindung bagi Rasulullah.
Dari Khadijah, beliau memperoleh keteduhan hati dan keceriaan wajah istrinya
yang senantiasa menambah semangat dan kesabaran untuk terus berjuang
menyebarluaskan agama Allah ke seluruh penjuru. Khadijah pun tidak
memperhitungkan harta bendanya yang habis digunakan dalam perjuangan ini.
Sementara itu, Abu Thalib, parnan Rasulullah, menjadi benteng pertahanan beliau
dan menjaga beliau dari siksaan orang-orang Quraisy, sebab Abu Thalib adalah
figur yang sangat disegani dan diperhitungkan oleh kaum Quraisy.
J. Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Kaum Muslimin
Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk
menghentikan dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, baik itu berupa
rayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum Quraisy memutuskan untuk memboikot dan
mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu
Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah,
istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan
diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas transportasi, komunikasi,
dan keperluan sehari-hari lainnya.
Dalam kondisi seperti itu, Rasulullah dan istrinya
dapat bertahan, walaupun kondisi fisiknya sudah tua dan lemah. Ketika itu
kehidupan Khadijah sangat jauh dan kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan
kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian derajat. Khadijah rela didera rasa haus
dan lapar dalam mendampingi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan kaum
muslimin. Dia sangat yakin bahwa tidak lama lagi pertolongan Allah akan datang.
Keluarga mereka yang lain, sekali-kali dan secara sembunyi-sembunyi,
mengirimkan makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup. Pemboikotan itu
berlangsung selama tiga tahun, tetapi tidak sedikit pun menggoyahkan akidah
mereka, bahkan yang mereka rasakan adalah bertambah kokohnya keimanan dalam
hati. Dengan demikian, usaha kaum Quraisy telah gagal, sehingga mereka
mengakhiri pemboikotan dan membiarkan kaum muslimin kembali ke Mekah.
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. pun kembali menyeru nama Allah Yang
Mulia dan melanjutkan jihad beliau.
K. Kecemburuan Aisyah Kepada Khadijah
Dalam
kesempatan tertentu Nabi Muhammad Saw rindu terhadap mendiang istri pertamanya,
Khadijah binti Khuwailid ra. Dan di luar perkiaraan Aisyah ra sebagai wanita
---walaupun seorang istri Nabi saw--- ia tetap wanita dan memiliki rasa
cemburu. Nabi Saw hanya ingat saja, dia sudah cemburu, dan agak marah kepada
Rasulullah Saw. Maka beliau Saw langsung memencet ---dengan sayang--- hidung
sayyidah Aisyah ra, yang mungil dan memerah. Al Kisah ; Rasulullah Saw ingat
Khadijah ditunjukkan dengan menyembelih beberapa kambing, dan dagingnya
dibagikan kepada teman-teman lama Khadijah. Rasulullah Saw mengingat dan
mengenang perjuangan Khadijah istri pertama yang tak terlupakan. Pendampingan
setia saat-saat Nabi saw sengsara dalam dakwa, dimusuhi orang-prang kafir,
bahkan keluarganya sendiri. Waktu itu belum ada orang yang dekat dengan nabi
saw kecuali Khadijah. (Orang yang sudah meninggal dunia misal ayah, kemudian
bersilaturrohmi dengan teman-teman dekat ayahnya, maka perbuatan ini sama
dengan bersilaturrohmi atau berbuat baik untuk ayahnya. Demikian juga orang
yang kita cintai sudah meninggal dunia, dan kita bersilaturrohmi kepada
teman-temannya, tak beda jauh bagian dari silaturrohmi untuk yang sudah
meninggal dunia). Rasulullah Saw membagi-bagikan daging kepada teman-teman
Khadijah sekedar memberikan hormat kepada mendiang istri pertama, begitu juga
dengan teman-temannya. Ini perbuatan yang paling indah dan terkesan di hati
para wanita, yakni “diperhatikan...!” bentuk hadiahnya tidak kelihatan, tapi
bekas “rasa” bisa mendinginkan hati dengan kesejukkan yang tak terlupakan Maka
dari itu, berhati-hatilah dengan kaum wanita. Potensi cemburunya “nggak”
terukur keluasan dan kedalamannya. Andaikan bisa diukur dengan ilmu geometri,
ilmu itu sudah habis tapi rasa cemburu kaum wanita belum terukur seluruhnya.
Hal ini menunjukkan bahwa “rasa cinta” kaum wanita yang diberikan kepada kaum lelaki
(suamine, rek !) ditumpahkan 100%, jika ilmu matematika ada 1.000%, maka
penumpahan gelora cinta wanita juga tidak terukur luas dan kedalamannya lebih
dari 1.000%.
L. Kisah Kehartawanan Khadijah
Suatu hari, seorang nenek datang menemui Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW bertanya, “Siapakah Anda wahai nenek?”
“Aku adalah Jutsamah al-Muzaniah, ” jawab wanita tua itu.
Rasulullah SAW pun berkata, “Wahai nenek, sesungguhnya saya
mengenalmu. Engkau adalah wanita yang baik hati. Bagaimana kabarmu dan
keluargamu. Bagaimana pula keadaanmu sekarang setelah kita berpisah sekian
lama?”
Nenek itu menjawab, “Alhamdulillah kami dalam keadaan baik.
Terima kasih, Rasulullah.”
Tak lama kemudian, wanita tua itu pergi meninggalkan Rasulullah
SAW. Aisyah RA yang melihat kejadian itu datang kepada Rasulullah SAW seraya
berkata, “Wahai Rasulullah, seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan
seorang wanita tua? Istimewa sekali.”
Rasulullah menimpali, “Ya, dahulu nenek itu selalu mengunjungi
kami ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan adalah
bagian dari iman.”
Setelah kejadian itu, Aisyah mengatakan, “Tak seorang pun dari
istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam ketimbang Khadijah. Meskipun aku
belum pernah melihatnya, namun Rasulullah SAW seringkali menyebutnya. Pernah
suatu kali beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dagingnya dan
membagikannya kepada sahabat-sahabat karib Khadijah.”
Jika hal tersebut disampaikan Aisyah, Rasulullah SAW
menanggapinya dengan berkata, “Wahai Aisyah, begitulah kenyataannya.
Sesungguhnya darinyalah aku memperoleh anak.”
Pada kesempatan lainnya, Aisyah mengatakan, “Aku sangat cemburu
dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah SAW, sampai-sampai aku berkata:
Wahai Rasulullah, apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya
kemerah-merahan itu, sementara Allah SWT telah menggantikannya dengan wanita
yang lebih baik?”
Rasulullah SAW menjawab, “Demi Allah SWT, tak seorang wanita pun
lebih baik darinya. Ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat
manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah SWT
menganugerahkan anak kepadaku darinya.”
Beliau adalah
seorang sayyidah wanita sedunia pada zamannya. Dia adalah putri dari Khuwailid
bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah.
Dijuluki ath-Thahirah yakni yang bersih dan suci. Sayyidah Quraisy ini
dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat kira-kira 15 tahun sebelum tahun
fill (tahun gajah). Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada
gilirannya beliau menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Beliau dikenal
sebagai seorang yang teguh dan cerdik dan memiliki perangai yang luhur. Karena
itulah banyak laki-laki dari kaumnya menaruh simpati kepadanya.
Pada mulanya beliau dinikahi oleh Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi yang
membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun.Tatkala Abu Halah
wafat, beliau dinikahi oleh Atiq bin ‘A’id bin Abdullah al-Makhzumi hingga
beberapa waktu lamanya namun akhirnya mereka cerai. Setelah itu banyak dari para pemuka-pemuka Quraisy yang
menginginkan beliau tetapi beliau memprioritaskan perhatiannya dalam mendidik
putra-putrinya, juga sibuk mengurusi perniagaan yang mana beliau menjadi
seorang yang kaya raya.
M. Wafatnya Khadijah
Beberapa hari setelah pemboikotan, Abu Thalib
jatuh sakit, dan semua orang meyakini bahwa sakit kali mi merupakan akhir dan
hidupnva. Dalam keadaan seperti itu, Abu Sufjan dan Abu Jahal membujuk Abu
Thalib untuk menasehati Muhammad agar menghentikan dakwahnya, dan sebagai
gantinya adalah harta dan pangkat. Akan tetapi, Abu Thalib tidak bersedia, dan
dia mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak akan bersedia
menukar dakwahnya dengan pangkat dan harta sepenuh dunia.
Abu Thalib meninggal pada tahun itu pula, maka
tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Sebaliknya, orang-orang Quraisy sangat
gembira atas kematian Abu Thalib itu, karena mereka akan lebih leluasa
mengintimidasi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan pengikutnya. Pada
saat kritis menjelang kematian pamannya, Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam. membisikkan sesuatu, Secepat ini aku kehilangan engkau?
Pada tahun yang sama, Sayyidah Khadijah sakit
keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan karena pemboikotan
itu. Semakin hari, kondisi badannya semakin menurun, sehingga Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam. semakin sedih. Bersama Khadijahlah Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam. membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia enam puluh lima tahun, Khadijah
meninggal, menyusul Abu Thalib. Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekah,
yang dikenal dengan sebutan al-Hajun. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
sendiri yang mengurus jenazah istrinya, dan kalimat terakhir yang beliau
ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga
adalab Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”