SELAMAT DATANG DI BLOG GURU NGAJI YGNI

Guru Ngaji YGNI ada untuk pengembangan dakwah lewat pendidikan Diniyah Formal dan Formal serta pemberdayaan masyarakat.

GURU NGAJI YGNI DAN LAZISWAQ YGNI

Anda Peduli Pendidikan Diniyah buat anak anak di desa dan kampung-kampung salurkan bantuan ke LAZISWAQ YGNI BRI : 6602-01-007030-53-9 AN.Yayasan YGNI.

SAVE PALESTINE-SYURIAH-AFGHANISTAN

Indonesia dicap Sebagai Negara Kafir tapi Paling Giat Membela Palestina Merdeka, Arab Diakui Sebagai Pusat Manhaj Sunnah tapi lembek Membla Saudaranya.

ANDA MUSLIM REAKTIF ? KENAPA TIDAK AKTIF ? KALAU ADA PEMURTADAN BARU RIBUT

Kalau ada non muslim peduli terhadap permasalahan lingkungan baik pendidikan ,Sosial ekonomi dan lainnya anda katakan sebagai pemurtadan tapi anda sendiri tidak peduli terhadap mereka, Itulah Islam Reaktif

KAPAN ANDA PEDULI TERHADAP DAKWAH DAN DHUAFA ?

Uang dan harta anda sering digunakan secara berlebihan bahkan mubazir kenapa tidak untuk menolong sesama.

Selasa, 25 November 2014

Khalifah Ali Bin Abi Thalib 1- Nasab Keturunan

Ali bin Abi Thalib
Nama dan Nasab beliau:
Nama Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Abu Thalib adalah saudara kandung Abdullah bin Abdul Muththalib, ayah baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi Ali bin Abi Thalib adalah saudara sepupu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau dijuluki Abul Hasan dan Abu Turab.
Semenjak kecil beliau hidup diasuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena ayahnya terlalu banyak beban dan tugas yang sangat banyak dan juga banyak keluarga yang harus dinafkahi, sedangkan Abu Thalib hanya memiliki sedikit harta semenjak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih anak-anak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengasuhnya sebagai balas budi terhadap pamannya, Abu Thalib yang telah mengasuh beliau ketika beliau tidak punya bapak dan ibu serta kehilangan kakek tercintanya, Abdul Muththalib.
Ali bin Abi Thalib masuk Islam:
Mayoritas ahli sejarah Islam menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah orang kedua yang masuk Islam setelah Khadijah radhiyallahu ‘anha, di mana usia beliau saat itu masih berkisar antara 10 dan 11 tahun. Ini adalah suatu kehormatan dan kemuliaan bagi beliau, di mana beliau hidup bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan terdepan memeluk Islam. Bahkan beliau adalah orang pertama yang melakukan shalat berjamaah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana ditulis oleh al-Askari (penulis kitab al-Awa`il).
Sifat fisik dan kepribadian beliau:
Beliau adalah sosok yang memiliki tubuh yang kekar dan lebar, padat berisi dengan postur tubuh yang tidak tinggi, perut besar, warna kulit sawo matang, berjenggot tebal berwarna putih seperti kapas, kedua matanya sangat tajam, murah senyum, berwajah tam-pan, dan memiliki gigi yang bagus, dan bila berjalan sangat cepat.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah sosok manusia yang hidup zuhud dan sederhana, memakai pakaian seadanya dan tidak terikat dengan corak atau warna tertentu. Pakaian beliau berbentuk sarung yang tersimpul di atas pusat dan menggantung sampai setengah betis, dan pada bagian atas tubuh beliau adalah rida’ (selendang) dan bahkan pakaian bagian atas beliau bertambal. Beliau juga selalu mengenakan kopiah putih buatan Mesir yang dililit dengan surban.
Ali bin Abi Thalib juga suka memasuki pasar, menyuruh para pedagang bertakwa kepada Allah dan menjual dengan cara yang ma`ruf.
Beliau menikahi Fatimah az-Zahra putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dikarunia dua orang putra, yaitu al-Hasan dan al-Husain.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah sosok pejuang yang pemberani dan heroik, pantang mundur, tidak pernah takut mati dalam membela dan menegakkan kebenaran. Keberanian beliau dicatat di dalam sejarah, sebagai berikut:
a) Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin berhijrah ke Madinah pada saat rumah beliau dikepung di malam hari oleh sekelompok pemuda dari berbagai utusan kabilah Arab untuk membunuh Nabi, Nabi menyuruh Ali bin Abi Thalib shallallahu ‘alaihi wasallam tidur di tempat tidur beliau dengan mengenakan selimut milik beliau. Di sini Ali bin Abi Thalib benar-benar mempertaruhkan nyawanya demi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan penuh tawakal kepada Allah Ta’ala.
Keesokan harinya, Ali disuruh menunjukkan keberadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, namun beliau menjawab tidak tahu, karena beliau hanya disuruh untuk tidur di tempat tidurnya. Lalu beliau disiksa dan digiring ke Masjidil Haram dan di situ beliau ditahan beberapa saat, lalu dilepas.
b) Beliau kemudian pergi berhijrah ke Madinah dengan berjalan kaki sendirian, menempuh jarak yang sangat jauh tanpa alas kaki, sehingga kedua kakinya bengkak dan penuh luka-luka setibanya di Madinah.
c) Ali bin Abi Thalib terlibat dalam semua peperangan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, selain perang Tabuk, karena saat itu beliau ditugasi menjaga kota Madinah. Di dalam peperangan-peperangan tersebut beliau sering kali ditugasi melakukan perang tanding (duel) sebelum peperangan sesungguhnya dimulai. Dan semua musuh beliau berhasil dilumpuhkan dan tewas. Dan beliau juga menjadi pemegang panji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiayallahu ‘anhu:
Keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sangat banyak sekali. Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi keutamaan dan keistimewaan beliau. Berikut ini di antaranya:
-Ali adalah manusia yang benar-benar dicintai Allah dan RasulNya.
Pada waktu perang Khaibar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bendera ini sungguh akan saya berikan kepada seseorang yang Allah memberikan kemenangan melalui dia, dia mencintai Allah dan RasulNya, dan dia dicintai Allah dan RasulNya.” Maka pada malam harinya, para sahabat ribut membicarakan siapa di antara mereka yang akan mendapat kehormatan membawa bendera tersebut. Dan keesokan harinya para sahabat datang menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, masing-masing berharap diserahi bendera. Namun beliau bersabda, “Mana Ali bin Abi Thalib?” Mereka menjawab, “Matanya sakit, ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah menyuruh untuk menjemputnya dan Ali pun datang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyemburkan ludahnya kepada kedua mata Ali dan mendoakannya. Dan Ali pun sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Lalu beliau memberikan bendera kepadanya. Ali berkata, “Ya Rasulullah, aku memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita.” Beliau menjawab, “Majulah dengan tenang sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam dan sampaikan kepada mereka hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah memberikan hidayah kepada seorang manusia melalui dirimu, sungguh lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (HR. Muslim, no. 2406).
-Jiwa juang Ali sangat melekat di dalam kalbunya, sehingga ketika Rasulullah ingin berangkat pada perang Tabuk dan memerintah Ali agar menjaga Madinah, Ali merasa keberatan sehingga mengatakan, “Apakah engkau meninggalkan aku bersama kaum perempuan dan anak-anak?”
Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru menunjukkan kedudukan Ali yang sangat tinggi seraya bersabda, “Apakah engkau tidak ridha kalau kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada kenabian sesudahku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
-Beliau juga adalah salah satu dari sepuluh orang yang telah mendapat “busyra biljannah” (berita gembira sebagai penghuni surga), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak.
-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, “bahwa tidak ada yang mencintainya kecuali seorang Mukmin dan tidak ada yang membencinya, kecuali orang munafik.” (HR. Muslim)
-Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda kepada Ali radhiyallahu ‘anhu,
أَنْتَ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْكَ.
“Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.” (HR. al-Bukhari).
-Beliau juga sangat dikenal dengan kepandaian dan ketepatan dalam memecahkan berbagai masalah yang sangat rumit sekalipun, dan beliau juga seorang yang memiliki `abqariyah qadha’iyah (kejeniusan dalam pemecahan ketetapan hukum) dan dikenal sangat dalam ilmunya. (Lihat: Aqidah Ahlussunnah fi ash-Shahabah, jilid I, halaman 283).
Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah:
Ketika Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah keempat, situasi dan suasana kota Madinah sangat mencekam, dikuasai oleh para pemberontak yang telah menodai tanah suci Madinah dengan melakukan pembunuhan secara keji terhadap Khalifah ketiga, Uts-man bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
Ali bin Abi Thalib dalam pemerintahannya benar-benar menghadapi dilema besar yang sangat rumit, yaitu:
1) Kaum pemberontak yang jumlahnya sangat banyak dan menguasai Madinah.
2) Terbentuknya kubu penuntut penegakan hukum terhadap para pemberontak yang telah membunuh Utsman bin ‘Affan, yang kemudian melahirkan perang saudara, perang Jamal dan Shiffin.
3) Kaum Khawarij yang dahulunya adalah para pendukung dan pembela beliau kemudian berbalik memerangi beliau.
Namun dengan kearifan dan kejeniusan beliau dalam menyikapi berbagai situasi dan mengambil keputusan, beliau dapat mengakhiri pertumpahan darah itu melalui albitrasi (tahkim), sekalipun umat Islam pada saat itu masih belum bersatu secara penuh.
Abdurrahman bin Muljam, salah seorang pentolan Khawarij memendam api kebencian terhadap Ali bin Abi Thalib, karena dianggap telah menghabisi rekan-rekannya yang seakidah, yaitu kaum Khawarij di Nahrawan. Maka dari itu ia melakukan makar bersama dua orang rekannya yang lain, yaitu al-Barak bin Abdullah dan Amr bin Bakar at-Tamimi, untuk menghabisi Ali, Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash, karena dia anggap sebagai biang keladi pertumpahan darah.
Al-Barak dan Amr gagal membunuh Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash, sedangkan Ibnu Muljam berhasil mendaratkan pedangnya di kepala Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, pada dini hari Jum’at, 17 Ramadhan, tahun 40 H. dan beliau wafat keesokan hari-nya.

Selasa, 18 November 2014

Daftar Urutan Khilafah Bani Utsmaniyyah

Khilafah Bani Utsmaniyyah
Khilafah Bani Utsmaniyyah tercatat memiliki 30 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari abad 10 Hijriyah atau abad ke enam belas Masehi. Nama-nama mereka sebagai berikut:
  • Salim I (tahun 918-926 H/1517-1520 M)
  • Sulaiman al-Qanuni (tahun 926-974 H/1520-1566 M)
  • Salim II (tahun 974-982 H/1566-1574 M)
  • Murad III (tahun 982-1003 H/1574-1595 M)
  • Muhammad III (tahun 1003-1012 H/1595-1603 M)
  • Ahmad I (tahun 1012-1026 H/1603-1617 M)
  • Mushthafa I (tahun 1026-1027 H/1617-1618 M)
  • ‘Utsman II (tahun 1027-1031 H/1618-1622 M)
  • Mushthafa I (tahun 1031-1032 H/1622-1623 M)
  • Murad IV (tahun 1032-1049 H/1623-1640 M)
  • Ibrahim I (tahun 1049-1058 H/1640-1648 M)
  • Muhammad IV (tahun 1058-1099 H/1648-1687 M)
  • Sulaiman II (tahun 1099-1102 H/1687-1691 M)
  • Ahmad II (tahun 1102-1106 H/1691-1695 M)
  • Mushthafa II (tahun 1106-1115 H/1695-1703 M)
  • Ahmad III (tahun 1115-1143 H/1703-1730 M)
  • Mahmud I (tahun 1143-1168 H/1730-1754 M)
  • ‘Utsman III (tahun 1168-1171 H/1754-1757 M)
  • Musthafa III (tahun 1171-1187 H/1757-1774 M)
  • ‘Abdul Hamid I (tahun 1187-1203 H/1774-1789 M)
  • Salim III (tahun 1203-1222 H/1789-1807 M)
  • Musthafa IV (tahun 1222-1223 H/1807-1808 M)
  • Mahmud II (tahun 1223-1255 H/1808-1839 M)
  • ‘Abdul Majid I (tahun 1255 H-1277 H/1839-1861 M)
  • ‘Abdul ‘Aziz I (tahun 1277-1293 H/1861-1876 M)
  • Murad V (tahun 1293-1293 H/1876-1876 M)
  • ‘Abdul Hamid II (tahun 1293-1328 H/1876-1909 M)
  • Muhammad Risyad V (tahun 1328-1338 H/1909-1918 M)
  • Muhammad Wahiddin (II) (th. 1338-1340 H/1918-1922 M)
  • ‘Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924 M). 
Khalifah terakhir umat Islam sedunia adalah ‘Abdul Majid II. Semenjak tumbangnya khilafah terakhir ini, berarti umat Islam telah hidup lebih dari selama (2006-1924= 82 tahun) tanpa keberadaan lembaga yang menyatukan.
Kepastian Kembalinya Khilafah
Lepas dari realitas di lapangan yang kurang menggembirakan, di mana umat Islam saat in menjadi budak barat, kekayaan alam mereka dijarah, ekonomi mereka terpuruk, nilai mata uang mereka sangat rendah, hutang luar negeri merekabertumpuk tak terbayar, pemuda mereka dirusak, wanita mereka menjadi hamba syahwat, bahkan masih ditambah lagi dengan rombongan Islam liberal dan sebagainya, namunmasih ada harapan.
Kita masih menemukan satu hadits dari Rasulullah SAW yang cukup melegakan, yaitu kabar gembira dari beliau bahwa suatu saat, khilafah ini akan kembali terbentuk, bahkan dengan kualitasnya yang rasyidah itu.
Sabda Rasulullah saw, "Kemudian akan tegak Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan manhaj Nabi”.
Namun tentunya khilafah ini tidak akan terbentuk begitu saja, bila hanya dengan doa dan diam saja. Atau hanya dengan bicara dan demonstrasi saja. Setiap umat Islam meski bersinergi untuk saling menguatkan dan saling menyokong semua upaya untuk kembali kepada khilafah Islamiyah.
Sebab setiap elemen umat punya potensi yang mungkin tidak dimiliki oleh saudaranya. Maka seruan untuk kembali kepada khilafah seharusnya bukan sekedar lips service, namun harus diiringi dengan kerja nyata, pembinaan dan pengkaderan 1,5 milyar umat, pendirian lembaga pendidikan dan sekian banyak pos-pos penting umat. Lantas diiringi juga dengan kebesaran hati, keterbukaan sikap serta jiwa kepemimpinan dunia Islam yang mumpuni.
Semoga Allah SWT memberikan kesempatan kepada kita untuk dapat menyaksikan beridirnya khilafah Islamiyah semasa kita hidup. Sungguh sebuah kepuasan yang dimpikan oleh dunia Islam selama ini. Amien.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi warabaraktuh.
Sumberhttp://www.eramuslim.com/negara/urutan-khilafah-islamiyah.htm

Selasa, 11 November 2014

Daftar Urutan Khillafah Bani Abbasiyah

Khilfah Bani Abbasiyah
Kemudian kekhilafahan beralih ke tangan Bani ‘Abasiyah yang berpusat di Baghdad. Total masa berlaku khilafah ini sekitar 446 tahun. Khalifah pertama adalah Abu al-‘Abbas al-Safaah. Sedangkan khalifah terakhirnya Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah.
Secara rinci masa kekuasaan mereka sebagai berikut:
  • Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)
  • Abu Ja’far al-Manshur (tahun 137-159 H/754-775 M)
  • Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)
  • Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)
  • Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)
  • Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)
  • Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)
  • Al-Mu’tashim Billah (tahun 618-228 H/833-842M)
  • Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)
  • Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)
  • Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)
  • Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)
  • Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)
  • Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)
  • Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)
  • Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)
  • Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)
  • Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)
  • Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
  • Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
  • Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
  • Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
  • Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
  • Al-Tha`i’ Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
  • Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)
  • Al-Qa`im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)
  • Al-Mu’tadi Bi Amrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)
  • Al-Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)
  • Al-Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)
  • Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)
  • Al-Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160 M)
  • Al-Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)
  • Al-Mustadli`u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)
  • Al-Naashir Lidinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)
  • Al-Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)
  • Al-Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)
  • Al-Musta’shim Billah (tahun 640-656 H/1242-1258 M)
  • Al-Mustanshir Billah II (tahun 660-661 H/1261-1262 M)
  • Al-Haakim Biamrillah I (tahun 661-701 H/1262-1302 M)
  • Al-Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)
  • Al-Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1343 M)
  • Al-Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)
  • Al-Mu’tadlid Billah I (753-763 H/1354-1364 M)
  • Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah I (th. 763-785 H/1364-1386 M)
  • Al-Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)
  • Al-Musta’shim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)
  • Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah II (th. 791-808 H/1392-1409 M)
  • Al-Musta’in Billah (tahun 808-815 H/1409-1416 M)
  • Al-Mu’tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416- 1446 M)
  • Al-Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)
  • Al-Qa`im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)
  • Al-Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)
  • Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah III (th 884-893 H/1485-1494 M)
  • Al-Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)
  • Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah IV (th 914-918 H/1515-1517 M)
Khilafah Bani Abbasiyah dihancurkan oleh pasukan Tartar (Mongol), sehingga umat Islam sempat hidup selama 3,5 tahun tanpa adanya khalifah. Namun kurun waktnya hanya terpaut 3 tahun setengah saja dan segera berdiri khilafah Utsmaniyah.

Selasa, 04 November 2014

Daftar Urutan Khalifah Bani Umayah

Sejarah Berdirinya Dinasti Umayah Pengertian kata Bani,Dinasti dan Daulah. ketiga kata tersebut memiliki arti yang berbeda ,tetapi sangat terkait erat. Kata bani berarti anak,anak cucu, atau keturunan. Dengan demikian , yang dimaksud Bani Umayah adalah anak, anak cucu atau keturunan Umayah bin Abdu Syams.Kata Dinasti berarti keturunan raja-raja yang memerintah dan semuanya berasal dari keluarga. Dengan demikian Dinasti Umayah adalah keturunan raja -raja yang memerintah yang berasal dari Bani Umayah. Adapun kata Daulah berarti kekuasaan, pemerintahan, atau negara. Dengan kata lain, Daulah Umayah adalah negara yang diperintah oleh Dinasti Umayah yang raja-rajanya dari Bani Umayah. Muawiyah bin Abi Sufyan adalah putra dari Abu Sufyan bin Harb, seorang tokoh berpengaruh dari Bani Umayah. Ia masuk Islam bersama ayahnya padasaat terjadi Fathu Makkah. Pada masa Nabi Muhammad saw, ia menjadi salah satu perawi hadits yang baik. Pada masa Kholifah Abu Bakar as Shiddiq,Muawiyah bin Abu Sufyan memimpin tentara Islam dalam perang Riddahuntuk menumpas kaum murtad. Peran Muawiyah bin Abu Sufyan bertambah besar pada masa Kholifah Usman bin Affan. Salah satu sebabnya adalah Usman bin Affan juga anggota Bani Umayah. Pada waktu itu , Muawiyah bin Abu Sufyan menjabat sebagaiGubernur di Damaskus ( Suriah ).Wafatnya Khalifah Usman bin Affan menjadi momentum perpecahan dikalangan umat Islam , yaitu :



1. Kelompok Mu'awiyah menuntut bela atas terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib juga ikut bertanggung jawab.
1. Kelompok Aisyah, Zubair dan Talhah menyatkan tidak setuju atas tuntutan bela wafatnya Usman bin Affan, begitu pula tidak setuju atas pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah
1. Kelompok pendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib
Peristiwa terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan menyebabkan perpecahan antara Muawiayh bin Abu Sufyan dengan Ali bin Abi Thalib yang menggantikan Usman bin Affan sebagai Khalifah. Kelompok Bani Umayah merasa tidak puas terhadap kebijakan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam menangani kasus terbunuhnya Usman bi Affan.Perselisihan antara Ali bin Abi Tahlib dan Muawiyah bin Abi Sufyan akhirnya pecah menjadi Perang Shiffin. Perang diakhiri dengan peristiwa Tahkim yang menyebabkan munculnya 2 kelompok
1. Kelompok Syi'ah ,
yaitu kelompok yang setuju dan mendukung keputusan Khalifah Ali bin Abi Thalib
1. Khawarij
, yaitu kelompok di pihak Ali bin Abi Thalib yang tidak mau menerima hasil Tahkim. Perselisihan tersebut berakhir denganterbunuhnya Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam dari kelompok Khawarij.

Sepeninggal Ali bin Abi Thalib pemerintahan dilanjutkan oleh Putranya Hasan bin Ali, akan tetapi pemerintahan Hasan hanya bertahan beberapa bulan. Posisinya yang makin lemah dan keinginannya untuk mempersatukan umat islam membuat Hasan bin Ali menyerahkan pemerintahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Hasan bin Ali tidak menginginkan peperangan berkepanjangan yang menyebabkan banyak korban jiwa dikalangan umat Islam. 

Penyerahan Dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan dengan 3 perjanjian yaitu :
1. Mu'awiyah harus memberi jaminan akan keselamatan Hasan dan keluarganya.
1. Mu'awiyah harus menjaga nama baik Khalifah Ali bin Abi Thalib termasuk menghentikan caci maki didalam kutbah maupun dalam pidato-pidatonya
1. Setelah Mu'awiyah wafat jabatan khalifah harus diserahkan kepada musyawarah kaum muslimin
Peristiwa penyerahan kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abu Sufyan itu terkenal dengan sebutan Amul Jama'ah atau tahun penyatuan .Peristiwa itu terjadi pada tahun 661 M. Sejak itu, secara resmi pemerintahan Islam dipegang oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia kemudian memindahkan pusat kekuasaan dari Madinah ke Damaskus ( Suriah ). Keturunan Umayah memegang kekuasaan Islam selama 90 tahun, kemudian dikenal dengan Dinasti Umayah. Selama kurun waktu tersebut pemerintahan dipegang oleh 14 orang. Khalifah-Khalifah itu adalah sebagai berikut :
1. Muawiyah bin Abu Sufyan ( Muawiyah I ) 661-680 M
1. Yazid bin Muawiyah ( Yazid II ) 680-683 M
1. Muawiyah bin Yazid 683-684 M
1. Marwan bin Hakam (Marwan I) 684-685 M
1. Abdul Malik bin Marwan 685-705 M
1. Al Walid bin Abdul Malik ( Al Walid II ) 705-715 M
1. Sulaiman bin Abdul Malik 715-717 M
1. Umar bin Abdul Aziz ( Umar II ) 717-720 M
1. Yazid bin Abdul Malik ( Yazid II ) 720-724 M
1. Hisyam bin Abdul Malik 724-743 M
1. Al-Walid bi Yazid ( Al Walid II ) 743-744 M
1. Yazid bin al Walid ( Yazid III ) 744 M
1. Ibrahim bin al Walid 744 M
1. Marwan bin Muhammad ( Marwan III ) 744-750 M

Sebenarnya khilafah Bani Ummayah ini punya perpanjangan silsilah, sebab satu dari keturunan mereka ada yang menyeberang ke semenanjung Iberia dan masuk ke Spanyol. Di Spanyol mereka kemudian mendirikan khilafah tersendiri yang terlepas dari khilafah besar Bani Abbasiyah.

Pada masa awal , kebijakan pemerintah Dinasti Umayah lebih banyak ditujukan untuk memperluas wilayah Islam dengan kekuatan militer. Namun pada periode berikutnya, dinasti ini berhasil menata pemerintahannya diberbagai bidang. Hal ini tercapai berkat jasa dari empat orang Khalifah , yaitu :
1. Abdul Malik bin Marwan
1. Walid bin Abdul Malik
1. Umar bin Abdul Aziz
1. Hisyam bin Abdul Malik

Pada masa pemerintahan merekalah tercapai kemakmuran dan kemajuan yang tidak hanya dinikmati oleh rakyat yang beragama Islam saja, namun kemajuan dan kemakmuran tersebut dapat dinikmati oleh kalangan non muslim. karena pada saat itu kas negara sangat banyak dan melimpah bahkan sulit untuk mencari seseorang yang mau menerima zakat.

Adapun urut-urutan Khalifah Daulah Bani Umayyah adalah sebagai berikut:


1. Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-681 M)

Muawiyah ibn Abi Sufyan adalah pendiri Daulah Bani Umayyah dan menjabat sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota dari Madinah al Munawarah ke kota Damaskus dalam wilayah Suriah. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali. Disamping itu ia juga mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan aturan kiriman pos. Muawiyah meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.


2. Yazid ibn Muawiyah (681-683 M)


Lahir pada tahun 22 H/643 M. Pada tahun 679 M, Muawiyah mencalonkan anaknya, Yazid, untuk menggantikan dirinya. Yazid menjabat sebagai Khalifah dalam usia 34 tahun pada tahun 681 M. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Ia kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair.


Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pendukung Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husain sebagai Khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala (Yatim, 2003:45).



Pada bulan Dzulhijjah tahun 63 H/682 M. Yazid mengirimkan tentaranya dibawah pimpinan Muslim bin Uqbah al Murri untuk menyerang Madinah dari gurun Harran, karena penduduk Madinah tidak mau berbai'at kepada Yazid. Akhirnya Madinah dengan mudah dapat ditaklukan.
Pada tahun 683 M terjadi pemberontakan 'Abdullah bin Zubair di Makkah. Ketika mendengar tindakan 'Abdullah, Yazid memerintahkan Muslim bin Uqbah berangkat ke Makkah untuk menumpasnya.
Diperjalanan Muslim meninggal dunia, kemimpinan diteruskan oleh Husain bin Numair. Diatas bukit Husain memasang sejumlah manjanik dengan peluru batu diarahkan ke Makkah. Kota Makkah dikepung selama 4 bulan. Dalam pertempuran antara pasukan bani Umayyah dengan pengikut 'Abdullah bin Zubair, Ka'bah mengalami kebakaran. Pengepungan berhenti setelah datang berita kematian Yazid bin Muawiyah pada tahun yang sama.





3. Muawiyah ibn Yazid (683-684 M)


Muawiyah ibn Yazid menjabat sebagai Khalifah pada tahun 683-684 M dalam usia 23 tahun. Dia seorang yang berwatak lembut. Dalam pemerintahannya, terjadi masa krisis dan ketidakpastian, iaitu timbulnya perselisihan antar suku diantara orang-orang Arab sendiri. Ia memerintah hanya selama enam bulan.


4. Marwan ibn Al-Hakam (684-685 M)


Sebelum menjabat sebagai penasihat Khalifah Ustman bin Affan, ia berhasil memperoleh dukungan dari sebagian orang Syiria dengan cara menyuap dan memberikan berbagai hak kepada masing-masing kepala suku. Untuk mengukuhkan jabatan Khalifah yang dipegangnya maka Marwan sengaja mengawini janda Khalifah Yazid, Ummu Khalid.


Selama masa pemerinthannya tidak meninggalkan jejak yang penting bagi perkembangan sejarah Islam. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan masa pemerintahannya selama 9 bulan 18 hari.


5. Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M)


Abdul Malik ibn Marwan dilantik sebagai Khalifah setelah kematian ayahnya, pada tahun 685 M. Dibawah kekuasaan Abdul Malik, kerajaan Umayyah mencapai kekuasaan dan kemulian. Ia terpandang sebagai Khalifah yang perkasa dan negarawan yang cakap dan berhasil memulihkan kembali kesatuan Dunia Islam dari para pemberontak, sehingga pada masa pemerintahan selanjutnya, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik


Daulah bani Umayyah dapat mencapai puncak kejayaannya. Ia meninggal pada tahun 705 M dalam usia yang ke-60 tahun. Ia meninggalkan karya-karya terbesar didalam sejarah Islam. Masa pemerintahannya berlangsung selama 21 tahun, 8 bulan. Dalam masa pemerintahannya, ia menghadapi sengketa dengan Abdullah ibn Zubair.


6. Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)


Masa pemerintahan Walid ibn Malik adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu peristiwa besar, iaitu perluasan wilayah kekuasaan dari Afrika Utara menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, iaitu pada tahun 711 M. Perluasan wilayah kekuasaan Islam juga sampai ke Andalusia (Sepanyol) dibawah pimpinan panglima Thariq bin Ziad. Perjuangan panglima Thariq bin Ziad mencapai kemenangan, sehingga dapat menguasai kota Kordova, Granada dan Toledo. Selain melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam, Walid juga melakukan pembangunan besar-besaran selama masa pemerintahannya untuk kemakmuran rakyatnya. Khalifah Walid ibn Malik meninggalkan nama yang sangat harum dalam sejarah


Daulah Bani Umayyah dan merupakan puncak kebesaran Daulah tersebut.


7. Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M)


Sulaiman Ibn Abdul Malik menjadi Khalifah pada usia 42 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan. Ia tidak memiliki kepribadian yang kuat hingga mudah dipengaruhi penasehat-penasehat disekitar dirinya. Menjelang saat terakhir pemerintahannya barulah ia memanggil Gubernur wilayah Hijaz, iaitu Umar bin Abdul Aziz, yang kemudian diangkat menjadi penasehatnya dengan memegang jabatan wazir besar.


Hasratnya untuk memperoleh nama baik dengan penaklukan ibu kota Constantinople gagal. Satu-satunya jasa yang dapat dikenangnya dari masa pemerintahannya ialah menyelesaikan dan menyiapkan pembangunan Jamiul Umawi yang terkenal megah dan agung di Damaskus.


8. Umar Ibn Abdul Aziz (717-720 M)


Umar ibn Abdul Aziz menjabat sebagai Khalifah pada usia 37 tahun . Ia terkenal adil dan sederhana. Ia ingin mengembalikan corak pemerintahan seperti pada zaman khulafaur rasyidin. Pemerintahan Umar meninggalkan semua kemegahan Dunia yang selalu ditunjukkan oleh orang Bani Umayyah.


Ketika dinobatkan sebagai Khalifah, ia menyatakan bahwa mempernaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya (Amin, 1987:104). Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, ia berhasil menjalin hubungan baik dengan Syi’ah. Ia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.


Kedudukan mawali (orang Islam yang bukan dari Arab) disejajarkan dengan Muslim Arab. Pemerintahannya membuka suatu pertanda yang membahagiakan bagi rakyat. Ketakwaan dan keshalehannya patut menjadi teladan. Ia selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Ia meninggal pada tahun 720 M dalam usia 39 tahun, dimakamkan di Deir Simon.


9. Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M)


Yazid ibn Abdul Malik adalah seorang penguasa yang sangat cenderung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnik politis, masyarakat menyatakan konfrontasi


terhadap pemerintahan Yazid.


Pemerintahan Yazid yang singkat itu hanya mempercepat proses kehancuran Bani Umayyah. Pada waktu pemerintahan inilah propaganda bagi keturunan Bani Abas mulai dilancarkan secara aktif. Dia wafat pada usia 40 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun, 1 bulan.


10.Hisyam ibn Abdul Malik (724-743 M)


Hisyam ibn Abdul Malik menjabat sebagai Khalifah pada usia yang ke 35 tahun. Ia terkenal negarawan yang cakap dan ahli strategi militer. Pada masa pemerintahannya muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan baru ini mampu menggulingkan Dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan Dinasti baru, Bani Abbas.


Pemerintahan Hisyam yang lunak dan jujur menyumbangkan jasa yang banyak untuk pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya, kerana gerakan oposisi terlalu kuat, sehingga Khalifah tidak mampu mematahkannya.


Meskipun demikian, pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam kebudayaan dan kesusastraan Arab serta lalu lintas dagang mengalami kemajuan. Dua tahun sesudah penaklukan pulau Sisily pada tahun 743 M, ia wafat dalam usia 55 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 19 tahun, 9 bulan. Sepeninggal Hisyam, Khalifah-Khalifah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin mempercepat runtuhnya Daulah Bani Ummayyah.


11. Walid ibn Yazid (743-744 M)


Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran dimasa pemerintahan Walid ibn Yazid. Ia berkelakuan buruk dan suka melanggar norma agama. Kalangan keluarga sendiri benci padanya. Dan ia mati terbunuh. Meskipun demikian, kebijakan yang paling utama yang dilakukan oleh -Walid ibn Yazid ialah melipatkan jumlah bantuan sosial bagi pemeliharaan orang-orang buta dan orang-orang lanjut usia yang tidak mempunyai famili untuk merawatnya. Ia menetapkan anggaran khusus untuk pembiayaan tersebut dan menyediakan perawat untuk masing-masing orang. Dia sempat meloloskan diri dari penangkapan besar-besaran di Damaskusyang dilakukan oleh keponakannya. Masa pemerintahannya berlangsung selama 1 tahun, 2 bulan. Dia wafat dalam usia 40 tahun.


12. Yazid ibn Walid (Yazid III) (744 M)


Pemerintahan Yazid ibn Walid tidak mendapat dukungan dari rakyat, kerana perbuatannya yang suka mengurangi anggaran belanja negara. Masa pemerintahannya penuh dengan kemelut dan pemberontakan. Masa pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan. Dia wafat dalam usia 46 tahun.


13.Ibrahim ibn Malik (744 M)


Diangkatnya Ibrahim menjadi Khalifah tidak memperoleh suara bulat didalam lingkungan keluarga Bani Umayyah dan rakyatnya. Kerana itu, keadaan negara semakin kacau dengan munculnya beberapa pemberontak. Ia menggerakkan pasukan besar berkekuatan 80.000 orang dari Arnenia menuju Syiria. Ia dengan suka rela mengundurkan dirinya dari jabatan khilafah dan mengangkat baiat terhadap Marwan ibn Muhammad. Dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.


14.Marwan ibn Muhammad (745-750 M)


Beliau seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang pahlawan. Beberapa pemberontak dapat ditumpas, tetapi dia tidak mampu mengahadapi gerakan Bani Abbasiyah yang telah kuat pendudkungnya.


Marwan ibn Muhammad melarikan diri ke Hurah, terus ke Damaskus. Namun Abdullah bin Ali yang ditugaskan membunuh Marwan oleh Abbas As-Syaffah selalu mengejarnya. Akhirnya sampailah Marwan di Mesir. Di Bushair, daerah al Fayyun Mesir, dia mati terbunuh oleh Shalih bin Ali, orang yang menerima penyerahan tugas dari Abdullah. Marwan terbunuh pada tanggal 27 Dzulhijjah 132 H\5 Agustus 750 M. Dengan demikian tamatlah kedaulatan Bani Umayyah, dan sebagai tindak lanjutnya dipegang oleh Bani Abbasiyah.


B. Kemajuan Dinasti Umayyah
Kemajuan Dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara islam yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan arab.
Kita bisa lihat pada zaman pemerintahan Abdul Malik, Salih Ibn Abdur Rahman, sekretaris al-Hajjaj, mencoba menjadikan bahasa arab sebagai bahasa resmi di seluruh negri. Meskipun, bahasa-bahasa asal tidak sepenuhnya dihilangkan. Dalam pada itu, orang-orang non arab telah banyak memeluk Islam dan mulai pandai menggunakan bahasa Arab. Perhatian bahasa Arab dimulai diberikan untuk menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab. Hal inilah yang mendorong lahirnya seorang ahli bahasa seperti Sibawaih. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair arab jahiliyah pun muncul kembali sehingga bidang sastra Arab mengalami kemajuan.
Bidang pembangunan fisik pun tidak luput dari perhatian para khalifah bani umayyah. Masjid-masjid di semenanjung Arabia dibangun, katedral st. John di Damaskus diubah menjadi masjid. Dan kadetral di Hims digunakan sekaligus sebagai masjid dan gereja. Selain itu, di masa ini gerakan-gerakan ilmiyah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah, dan filsafat. Pusat kegiatan ilmiyah ini adalah Kuffah dan Basrah di Iraq.
Di masa Umar bin Abdul Aziz pun, sering diundang para ulama dan fuqaha untuk mengkaji ilmu di dalam majelisnya. Pada masa beliau dilarang mencaci lawan politik dalam khutbah. Bidang keagamaan berjalan karena besarnya motivasi keagamaan pada masa itu, bidang filsafat berjalan karena umat Islam pada akhir Bani Umayyah terpaksa menggunakannya dalam perdebatan dengan kaum Yahudi dan Nasrani serta diantara sesama penganut Islam.





Perkembangan Dinasti Umayah


Pembangunan dan komunikasi yang kurang baik di berbagai provinsi dan kota, membuat Muawiyah berkonsultasi dengan majlis syura. Satu sisi ia cukup membuka ruang demokrasi dengan berkonsultasi dengan anggota dewan majlis syura, namun di sisi lain ia juga mengampanyekan bentuk pemerintahan monarki dengan mengangkat Yazid menjadi putera mahkota, bahkan ia menyampaikan barang siapa tidak terima jika islam maju –bersama kepemimpinan model kesultanannya- maka pedang yang akan meluruskannya. Karena hal tersebut, maka orang-orangpun berduyun-duyun menyatakan sumpah setia kepada Yazid.
Sekalipun muawiyah tahu, bahwa kebanyakan sahabat terkemuka tidak terima dengan munculnya Yazid sebagai penggantinya, namun ia tetap membiarkannya. Contohnya Marwan, Gubernur Madinah yang datang ke Damaskus untuk memprotes kebijakan pengangkatan Yazid sebagai putera mahkota, namun akhirnya ia dipecat.
Masa kekuasaan Yazid sangat singkat yaitu pada 680-683. Ia dibaiat oleh rakyat dengan setengah hati terutama oleh penduduk Mekah dan Madinah. Meskipun pemerintahannya Monarki, namun masih terdapat majelis syura yang menandakan tetap Demokratis. Pada masanya, Yazid ditandai dengan tiga keburukan dan hanya satu kebaikan, yaitu pada tahun Pertama, cucu nabi, Husen terbunuh di Karbala menyebabkan golongan Syi’ah lahir secara sempurna dan menjadi penentang utama kekuasaannya. Tahun Kedua, tentara Yazid menyerang habis-habisan kota Madinah dalam peperangan di Harra yang mengakibatkan citra pasukan islam tercoreng di muka sendiri. Tahun Ketiga, tentara Yazid menyerang dan membakar Ka’bah. Setelah pembantaian di Karbala, mereka berontak dan mengaku Abdullah ibn Zubair menjadi khalifah mereka. Adapun kebaikan yang diperbuat Yazid yaitu mengangkat kembali Uqbah ibn Nafi’ menjadi gubernur kedua kalinya di Ifriqiyah/Qayrawan.
Dari hal-hal yang terjadi pada masa khalifah Yazid, menunjukkan bahwa apabila kekuasaan sudah menjadi rebutan bagi seseorang, maka harapan keadilan dalam kepemimpinan kandas, karena yang ada dalam benak pemimpin yang demikian hanyalah kewibawaan dan pengaruh dirinya di mata rakyat saja, sehingga hak dan kewajiban sebagai pemimpin tidak 100% dijadikan sebagai amanah. Sebagaimana pada masa khalifah Yazid, sejak tahun pertama sampai terakhir penuh dengan keburukan bahkan merupakan masa yang paling buruk dalam sejarah seperti halnya keberanian tentara Yazid membakar Ka’bah yang sangat tidak mencerminkan ke-Islaman sedikitpun.
Abdul Malik setelah menjadi khalifah menghadapi yang banyak tantangan. Satu sisi muncul Muchtar sebagai pembela kematian Husein di karbala, disisi lain musuh utama Umayah, Abdullah ibn Zubair masih khalifah yang mengendalikan Makkah dan Madinah selama 9 tahun, selain itu Khawarij dan Syi’ah menggoyahkan pemerintahan Umayah. Semua lawan ia hadapi dengan cara yang berbeda dan akhirnya dapat membasmi kesemuanya. Saat menjelang wafat, Abdul Malik meninggalkan negara yang aman tentram, makmur, maka ia dijuluki sebagai pendiri Dinasti Umayah yang kedua.
Periode Abdul Malik mulai memasuki periode keemasan dinasti Umayah. Ia mampu mencetak mata uang Arab dengan nama Dinar, Dirham, dan Fals. Kemudian dia mendirikan kas negara di Damaskus. Selain itu pertama kali dalam sejarah bahasa arab menggunakan titik (.) dan koma (,) dan memperbaharui Qawa’id yang sudah dimulai sejak Zaman Ali Bin Abi Thalib yang titugaskan kepada abu al-Aswad al-Duwaili. Disamping itu Abdul Malik juga meningkatkan pelayanan pos dan komunikasi, juga memperbaharui perpajakan.
Sungguh sangat tepat bahwa untuk mewujudkan kemajuan suatu negara yaitu menghidupkan kebiasaan yang telah terlupakan sebagaimana halnya Abdul Malik, ia menghidupkan kembali bahasa Arab yang merupakan bahasa utama kaum muslimin dan merupakan bahasa al-Qur’an namun sudah terlupakan, ia menjadikan bahasa arab sebagai penyatu kaum sebagaimana halnya negara kita yang memiliki beragam bahasa, namun disatukan dalam satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia sehingga memudahkan rakyatnya untuk saling mengenal satu sama lain.





Keruntuhan Bani Umayah


1. Faktor Internal
Beberapa alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan Dinasti Umayah adalah karena kekuasaan wilayah yang sangat luas tidak dibarengi dengan komunikasi yang baik, sehingga menyebabkan suatu kejadian yang mengancam keamanan tidak segera diketahui oleh pusat.
Selanjutnya mengenai lemahnya para khalifah yang memimpin. Di antara empat belas khalifah yang ada, hanya beberapa saja khalifah yang cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan stabilitas negara. Selain itu, di antara mereka pun hanya bisa mengurung diri di istana dengan hidup bersama gundik-gundik, minum-minuman keras, dan sebagainya.
Situasi semacam ini pun mengakibatkan munculnya konflik antar golongan, para wazir dan panglima yang sudah berani korup dan mengendalikan negara.


2. Faktor Eksternal
Intervensi luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti Umayah berawal pada saat Umar II berkuasa dengan kebijakan yang lunak, sehingga baik Khawarij maupun Syiah tak ada yang memusuhinya. Namun, segala kelonggaran kebijakan-kebijakan tersebut mendatangkan konsekuensi yang fatal terhadap keamanan pemerintahannya. Semasa pemerintahan Umar II ini, gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh Bani Abbas mampu berjalan lancar dengan melakukan berbagai konsolidasi dengan Khawarij dan Syiah yang tidak pernah mengakui keberadaan Dinasti Umayah dari awal. Setelah Umar II wafat, barulah gerakan ini melancarkan permusuhan dengan Dinasti Umayah.
Gerakan yang dilancarkan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasyiah semakin kuat. Pada tahun 446 M mereka memproklamirkan berdirinya pemerintah Abbasyiah, namun Marwan menangkap pemimpinnya yang bernama Ibrahim lalu dibunuh. Setelah dibunuh, pucuk gerakan diambil alih oleh seorang saudaranya bernama Abul Abbas as-Saffah yang berangkat bersama-sama dengan keluarganya menuju Kuffah. Abbasyiah berkewajiban untuk menundukkan dua kekuasaan Bani Umayah yang besar, yang satu dipimpin oleh Marwan bin Muhammad dan satu lagi oleh Yazid bin Umar bin Hubairah yang berpusat di Wasit. Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan tegak berdiri sebelum khalifah-khalifah Umayah tersebut dijatuhkan terlebih dahulu.
As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar pilihan untuk menentang Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk memimpin tentara tersebut. Antara pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun bertempur dengan begitu sengitnya di lembah Sungai Dzab, yang sampai akhirnya pasukan Marwan pun kalah pada pertempuran itu.
Setelah kekalahan itu, Marwan pun tak kuasa lagi menyusun kekuatan, sehingga negeri Syam pun satu demi satu jatuh ke tangan Abbasyiah. Ketika Syam ditaklukkan, Marwan melarikan diri ke Palestina dan berujung pada mautnya di daratan Mesir. Marwan tewas dipenggal kepalanya oleh pasukan Abbasyiah lalu dibawanya ke hadapan Khalifah Abu Abbas as-Saffah lantas bersujud.
Sepeninggal Marwan, maka benteng terakhir Dinasti Umayah yang diburu Abbasyiah pun tertuju kepada Yazid bin Umar yang berkududukan di Wasit. Namun, pada saat itu Yazid mengambil sikap damai setelah mendengar berita kematian Marwan. Di tengah pengambilan sikap damai itu lantas Yazid ditawari jaminan keselamatan oleh Abu Ja’far al-Mansur yang akhirnya Yazid pun menerima baik tawaran tersebut dan disahkan oleh as-Saffah sebagai jaminannya. Namun, ketika Yazid dan pengikut-pengikutnya telah meletakkan senjata, Abu Muslim al-Khurasani menuliskan sesuatu kepada as-Saffah yang menyebabkan Khalifah Bani Abbasyiah itu membunuh Yazid beserta para pengikutnya.


Komparasi al-Khulafa’ al-Rasyidun dan Dinasti Umayah


Berikut ini hal-hal yang membedakan masa kepemimpinan al-Khulafa’ al-Rasyidun dan khalifah-khalifah dinasti umayah. Namun, khusus dalam masa kepemimpinan Khalifah Umar II, berbeda dengan khalifah-khalifah dari Dinasti Umayah yang lain. Berikut ini beberapa perbandingan tersebut, di antaranya sebagai berikut.
1. Pada masa al-khulafa al-Rasyidun system pemerintahan dijalankan atas dasar al-Qur’an, hadits, dan ijma’, sedangkan pada masa Dinasti Umayah dalam menjalankan roda pemerintahan, perintah khalifah segala-galanya dan harus dipatuhi.
2. Pada masa al-khulafa al-Rasyidun, khalifah menganggap sebagai pelayan masyarakat, sedangkan para khalifah dinasti umayah, menganggap diri mereka sebagai penguasa.
3. Pada masa al-khulafa al-Rasyidun bertahan karena dukungan rakyat, sedangkan dinasti umayah para khalifah bertahan dengan kekuatan.
4. Pada masa al-khulafa al-Rasyidun tidak ada satu sukuyang berkuasa terus menerus, sedang pada masa dinasti umayah dalam kekhalifahan hanya merekalah yang menguasai.
5. Pada masa al-khulafa al-Rasyidun hak berbicara dijamin dan rakyat dapat langsung menghadap khalifah, sedangkan pada masa dinasti umayah hak bicara rakyat ditekan dan jika rakyat menghadap khalifahharus melewati perantara yang disebut hajib.
6. Pada masa al-khulafa al-Rasyidun system demokrasi berjalan sedang pada masa dinasti umayah suara rakyat tidak dihiraukan.
7. Pada masa al-khulafa al-Rasyidun tidak memiliki hak terhadap bait al-mal, sedang pada masa dinasti umayah bait al-mal menjadi miliki khalifah sendiri.
8. Pada masa al-khulafa al-Rasyidun, pengaruh jahiliyyah berkurang, sementara pada masa dinasti umayah betambah.
Berpijak dari perbandingan di atas, maka jelaslah bagaimana corak jalannya pemerintahan Dinasti Umayah. Track record Dinasti Umayah tidak sebaik catatan pemerintahan Khulafaur-Rasyidin. Pemerintahan Dinasti Umayah lebih banyak diwarnai dengan noda darah yang terhunus sayatan pedang pasukan Umayah yang tak mencerminkan sama sekali beragama Islam. Kebijakan yang diambil dan diterapkan hanya menjadi tameng kekuasaan yang menuntut keabsolutan. Memang, karenanya banyak sekali pemberontakan yang diselesaikan dengan tuntas, namun sejarah tetap mancatat akan ketidaksehatan pemerintahan yang dijalankan.